Senin, 03 Oktober 2011

Prinsip Dasar Termokopel


Bagi orang-orang yang telah berkecimpung lama di bidang pemanas dan pengendaliannya, tentunya tidak asing lagi dengan istilah termokopel atau thermocouple. Namun karena belum tentu semua yang telah lama terlibat dengan alat ini mengetahui prinsip dasarnya (apalagi yang baru dengar), semoga ulasan dibawah ini bisa memberikan sedikit sumbangan bagi pemahaman yang lebih baik terhadap sensor panas tersebut.

Mengapa Memilih Termokopel?
1.    Range pengukuran suhu yang tinggi. Range ini pada umumnya yang diperlukan untuk furnace, oven, mesin pengering, boiler, dan sebagainya dimana suhu bisa mencapai 600oC atau bahkan lebih. Bandingkan dengan LM35 yang maksimal hanya pada suhu 100oC walaupun harganya bisa dikatakan relatif sama.
2.     Murah. Coba bandingkan harga termokopel yang dibawah Rp. 30.000,- dengan tipe RTD seperti PT100 atau PT1000 yang bisa lebih dari Rp. 250.000,-
3.     Linearitas dan keakurasian tidak terlalu penting, misalkan tidak apa-apa minta suhu 200oC dapatnya 198 oC atau 220 oC. Bila hal ini penting, tentunya anda tidak bisa lari dari tipe RTD yang memang lebih baik keakurasian dan linearitasnya seperti PT100 atau PT1000.
4.     Tidak untuk range temperatur yang terlalu dekat dengan suhu ruang, misalkan minta suhu 38 derajad dari kondisi suhu ruang yang 28 derajad. Oleh karenanya, lupakan termokopel bila ingin membuat thermostat untuk penetas telur karena telur anda bisa matang akhirnya.

Mengapa Jangan Memakai Termokopel
1.      Jika keakurasian dan linearitas sangat diperlukan
2.      Jika rentang suhu yang diukur relatif sempit
3.    Jika anda malas berpikir yang lebih sulit (tentunya akibat murah, pengkondisiannya untuk dapat diterima oleh rangkaian ADC juga tidak mudah).
4.      Jika anda tergolong orang yang “tajir” alias banyak duit. Malu-malu’in, macam orang bokek saja.

Ok? Siap Untuk Sedikit Munyeng? Go ahead ...

Apakah Termokopel Itu?
Termokopel adalah sebuah alat yang dibuat dari dua jenis kawat dari logam yang berbeda dan disatukan pada salah satu ujungnya. Ujung ini disebut dengan istilah ‘junction end’ atau ujung sambungan dan dapat disebut juga ujung pengukuran (T2). Dua kawat tersebut disebut thermoelement yang merupakan kaki-kaki dari termokopel. Keduanya dibedakan menjadi kaki positif dan kaki negatif. Kemudian, ujung laun dari masing-masing kawat disebut dengan ‘tail end’ (ujung ekor) atau ‘reference end’ (T1). Ok, supaya tidak mumet, kita lihat dulu gambarnya :






Untuk gambar sensor aslinya, tunggu saya dapat memfoto dan meng-uploadnya sendiri 
karena  terus terang saya anti mencomot gambar orang lain he he he ...


Junction end adalah ujung yang digunakan untuk mengukur panas dari media yang hendak diukur, misalkan ruangan tungku atau oven dengan suhu 200°C  sedangkan tail end adalah ujung yang kita sambungkan dengan rangkaian elektronika dan berada pada suhu ruang, katakanlah 28°C. Tail end mempunyai dua kutub untuk pengukuran, yaitu positif dan negatif. T1 dan T2 adalah suhu masing-masing pada posisi tail end dan junction end.


Perbedaan suhu antara T1 dan T2 tersebut dapat diukur pada kedua kutup positif dan negatif. Oleh karena itu termokopel adalah termasuk temperature-voltage transducer. Untuk mudahnya, termokopel adalah penghasil tegangan yang dapat diukur pada kedua kutub tail end yang terjadi akibat perbedaan suhu pada T1 dan T2. Jadi tinggal dicolok pake voltmeter digital Rp. 20rb-an bisa dong dibaca suhu keluarannya? Jangan keburu senang dulu, tidak semudah itu. Tegangannya terlalu kecil sehingga harus diamplify terlebih dulu. Selain itu nilai yang terbaca oleh voltmeter juga bukan merupakan ekspresi langsung dari temperatur. Masih diperlukan konversi.

Hubungan antara temperatur dengan tegangan tersebut ada rumusnya, tapi lebih baik tidak dimuat disini karena kalau divoting,  lebih dari ¾ audience pasti menolak untuk melihatnya. Oh ya, tegangan keluaran tersebut disebut juga dengan Emf atau electro-motive force.

Nah, ada syaratnya nih agar tegangan tersebut dapat keluar dan dibaca. Bila syarat tersebut tidak terpenuhi, ya gak ada yang bisa diukur alias terbaca 0 atau Null. Apa sajakah kondisi yang membuatnya terbaca 0?
  1. Jika kedua kawat atau thermoelement terbuat dari material yang sama. Yang ini jelas tidak mungkin, karena yang membuat termokopel bukan kita tetapi pabrik yang tentu saja mengerti tentang hal ini.
  2. Suhu T1 sama dengan T2. Nah ini berarti termokopel tidak dapat mengukur suhu ruang karena kedua ujungnya ada pada temperatur yang relatif sama, yaitu berada pada suhu ruang. Oleh karena itu, kita tiba pada kondisi ‘tidak mudahnya’ karena pada dasarnya temperatur pada reference end atau tail end haruslah relatif tetap alias tidak berubah-ubah. Hal yang tidak mungkin tentunya sehingga ada istilah cold junction compensation untuk menkompensasi kondisi ini. Sebuah IC seperti misalnya MAX667 bisa dipergunakan untuk kompensator. Namun khabar buruknya, harga IC ini relatif mahal ....
 Nah muter-muter khan akhirnya ........... 

Selasa, 22 Maret 2011

Mengenal Solder dan Timah

Elektronika tanpa solder dan timah? bisa saja, tapi seperti pakai rok tanpa celana dalam!


Ok, let's begin ..




Belum atau kurang mahir menyolder? Mari belajar dengan cara mudah ini. Bagi yang sudah bisa atau mahir, tinggalkan saja halaman ini daripada anda nanti hanya bikin resek saja. 
Ha ha ..
Anda akan mahir menyolder dengan singkat dan mudah bila mengacu pada pedoman dibawah ini.

Solder
Jangan terlalu pelit, sedikitlah merogoh kocek untuk mendapatkan solder yang baik. Gordak 936A merupakan pilihan yang logis (140-180rb di WTC lantai 5 Surabaya). Panas bisa diatur dengan memutar selectornya. Saya pribadi senang dengan temperatur setinggi mungkin asalkan tidak merusak komponen (450 derajad celsius sudah terbukti aman, setidaknya buat saya, kalau anda masih lelet, turunkan temperaturnya). Bagaimana dengan solder biasa yang 35-50 ribuan itu? Tinggalkan saja, bila anda belum pernah atau jarang menyolder, dijamin anda akan mudah kabur karena pekerjaan menjadi sedikit sulit.


Gordak 936A, saya beli harganya masih Rp. 140rb di Pasar Genteng Surabaya

Timah
Gunakan timah ukuran 0,3mm untuk belajar. Memang sulit didapatkan di pasaran, tapi timah ukuran itu sangat memudahkan proses belajar anda, percayalah. Timah ukuran itu biasanya didapatkan dengan harga Rp. 50.000,- satu roll kecil di WTC lantai 5, Surabaya. Anda dapat memperolehnya dengan mudah di supplier alat-alat servis HP, tapi tidak di toko elektronika biasa. Kalau terpaksa gak ada? Ya pakai yang 0,8mm aja. Kalau gak ada? Ya pakai timah untuk solder panci saja, dasar pemalas!



Flux
Flux membantu melekatkan timah pada obyek yang hendak disolder. Selain itu juga menurunkan titik didih timah. Demikian yang ditulis di botolnya, tapi saya sudah membuktikannya benar. Timah yang bagus sebenarnya sudah mengandung flux didalamnya, namun sekali lagi penggunaan flux cair tetap lebih memudahkan pekerjaan. Buktikan saja. Saya sarankan anda untuk mendapatkan flux cair. Kalau gak ada? Pakai yang pasta, barangkali bisa dicairkan pakai thinner A ya, saya belum coba karena saya bisa mendapatkan supply flux cair dengan mudah, namun disaat flux mengental karena lupa menutup botol, flux dengan mudah dapat diencerkan dengan thinner A.





Media dan objek solder
Media/PCB dan obyek solder harus bersih. Timah ogah melekat pada obyek yang berdebu atau yang belepotan minyak karena anda bekerja sambil ngemil pisang goreng. Kalau perlu gosoklah media/obyek dengan kertas gosok dan di lap dengan menggunakan cairan thinner A.

Percobaan pertama
Beli PCB lobang-lobang ukuran IC di toko elektronik terdekat. Gosok permukaan tembaganya dengan kertas gosok halus ukuran 1000 dalam keadaan basah (dalam bak air). Keringkan dengan handuk. Setelah kering, kuaskan flux cair pada permukaan tembaga dan cobalah untuk menyolder satu buah resistor. Berhasil ? mengkilap? Kerucut sempurna? Good job… langkah kemudian, cobalah menyolder komponen SMD, resistor misalnya seperti gambar dan video berikut.

(gambar dan video masih gua bikinin)


Berhasil? Anda memang luar biasa!!!